Sebelum melangkah pada uraian yang lebih jauh, mungkin ada di antara
anda yang bertanya: “Apa bedanya oseanografi dan oseanologi?” Kalau kita
melihat pada beberapa ensiklopedia yang ada, oseanografi dan oseanologi adalah
dua hal yang sama (sinonim). Namun, dari beberapa sumber lain dikatakan bahwa
ada perbedaan mendasar yang membedakan antara oseanografi dan oseanologi.
Oseanologi terdiri dari dua kata (dalam bahasa Yunani) yaitu oceanos (laut) dan
logos (ilmu) yang secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang laut. Dalam arti yang lebih lengkap, oseanologi adalah
studi ilmiah mengenai laut dengan cara menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan
tradisional seperti fisika, kimia, matematika, dll ke dalam segala aspek
mengenai laut. Anda tinggal pilih, mau setuju dengan pendapat pertama atau
kedua.
Secara umum, oseanografi dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) bidang
ilmu utama yaitu: geologi oseanografi (geologi laut) yang mempelajari lantai
samudera atau litosfer di bawah laut memfokus pada struktur, tanda dan evolusi
pasu samudra. Fisika oseanografi (ekologi fisik) yang mempelajari
masalah-masalah fisis dan cirri-ciri seperti arus, gelombang, pasang surut dan
temperatur air laut. Kimia oseanografi (oseanografi kimia) yang mempelajari
masalah-masalah kimiawi air laut dan bersangkut-paut dengan susunan air laut
siklus biogeokimia yang berpengaruh akan itu, yang terakhir biologi oseanografi
(ekologi marin) yang mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan flora
dan fauna di laut termasuk siklus kehidupan dan produksi pangan.
Sedangkan Oseanografi fisika,
atau fisika laut, mempelajari atribut fisik lautan yang meliputi struktur
suhu-salinitas, pencampuran, gelombang, gelombang internal , pasang laut permukaan, pasang laut internal, dan arus.
I.
TEMPERATUR AIR LAUT
Dalam oseanografi
dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur
insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial.
Temperatur adalah sifat termodinamis cairan karena aktivitas molekul dan atom
di dalam cairan tersebut. Semakin besar aktivitas (energi), semakin tinggi pula
temperaturnya. Temperatur menunjukkan kandungan energi panas. Energi panas dan
temperatur dihubungkan oleh energi panas spesifik. Energi panas spesifik
sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai jumlah energi panas yang
dibutuhkan untuk menaikkan temperatur dari satu satuan massa fluida sebesar 1o.
Jika kandungan energi panas nol (tidak ada aktivitas atom dan molekul dalam
fluida) maka temperaturnya secara absolut juga nol (dalam skala Kelvin). Jadi
nol dalam skala Kelvin adalah suatu kondisi dimana sama sekali tidak ada
aktivitas atom dan molekul dalam suatu fluida. Temperatur air laut di permukaan
ditentukan oleh adanya pemanasan (heating) di daerah tropis dan pendinginan
(cooling) di daerah lintang tinggi. Kisaran harga temperatur di laut adalah -2o
s.d. 35oC.
Gambar 1. Temperatur Profile
Satuan untuk temperatur dan temperatur potensial
adalah derajat Celcius. Sementara itu, jika temperatur akan digunakan untuk
menghitung kandungan energi panas dan transpor energi panas, harus digunakan
satuan Kelvin. 0oC = 273,16K. Perubahan 1oC sama dengan perubahan 1K.
Seperti telah disebutkan di atas, temperatur
menunjukkan kandungan energi panas, dimana energi panas dan temperatur
dihubungkan melalui energi panas spesifik. Energi panas persatuan volume
dihitung dari harga temperatur menggunakan rumus
Q = densitas x energi panas specific x
temperatur
(temperatur dalam satuan Kelvin). Jika tekanan tidak
sama dengan nol, perhitungan energi panas di lautan harus menggunakan
temperatur potensial. Satuan untuk energi panas (dalam mks) adalah Joule.
Sementara itu, perubahan energi panas dinyatakan dalam Watt (Joule/detik).
Aliran (fluks) energi panas dinyatakan dalam Watt/meter2 (energi per detik per
satuan luas).
Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena
cahaya matahari lebih banyak mengenai daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal
ini dikarenakan cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak
kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan
kemungkinan berkisar antara -1.87°C (titik beku air laut) di daerah kutub
sampai maksimum sekitar 42°C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans,
1986).
Gambar 2. Profil suhu Permukaan Dunia
Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman.
Semakin dalam suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena
kurangnya intensitas matahari yang masuk kedalam perairan. Pada kedalaman
melebihi 1000 meter suhu air relatif konstan dan berkisar antara 2°C – 4°C
(Hutagalung, 1988)
Suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari
daerah pantai menuju laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari
daerah laut karena daratan lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut
tidak mudah mengubah suhu bila suhu lingkungan tidak berubah. Di daerah lepas
pantai suhunya rendah dan stabil.
Lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter cenderung
hangat, hal ini dikarenakan sinar matahari yang banyak diserap oleh permukaan.
Sedangkan pada kedalaman 200-1000 meter suhu turun secara mendadak yang
membentuk sebuah kurva dengan lereng yang tajam. Pada kedalaman melebihi 1000
meter suhu air laut relatif konstan dan biasanya berkisar antara 2-4o C (sahala
hutabarat,1986).
Faktor yang memengaruhi suhu permukaan laut adalah
letak ketinggian dari permukaan laut (Altituted), intensitas cahaya matahari
yang diterima, musim, cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara, dan penutupan awan
(Hutabarat dan Evans, 1986).
II SALINITAS AIR LAUT
3.1. Teori Asal-Usul Garam-Garam di laut
Mula-mula diperkirakan bahwa zat-zat kimia yang menyebabkan air laut asin
berasal dari darat yang dibawa oleh sungai-sungai yang mengalir ke laut, entah
itu dari pengikisan batu-batuan darat, dari tanah longsor, dari air hujan atau
dari gejala alam lainnya, yang terbawa oleh air sungai ke laut. Jika hal ini
benar tentunya susunan kimiawi air sungai tidak akan berbeda dengan susunan
kimiawi air laut. Namun tabel 2 menunjukkan bahwa ada perbedaan besar dalam
susunan kimiawi kedua macam air tersebut. Jadi dugaan itu tidak benar. Lalu
dari mana sebenarnya asal garam-garam tersebut.
Menurut teori, zat-zat garam tersebut berasal dari dalam dasar laut melalui
proses outgassing, yakni rembesan dari kulit bumi di dasar laut yang berbentuk
gas ke permukaan dasar laut. Bersama gas-gas ini, terlarut pula hasil kikisan
kerak bumi dan bersama-sama garam-garam ini merembes pula air, semua dalam
perbandingan yang tetap sehingga terbentuk garam di laut. Kadar garam ini tetap
tidak berubah sepanjang masa. Artinya kita tidak menjumpai bahwa air laut makin
lama makin asin.
Zat-zat yang terlarut yang membentuk garam, yang kadarnya diukur dengan
istilah salinitas dapat dibagi menjadi empat kelompok, yakni:
1. Konstituen utama : Cl, Na, SO4, dan Mg.
2. Gas terlarut : CO2, N2, dan O2.
3. Unsur Hara : Si, N, dan P.
4. Unsur Runut : I, Fe, Mn, Pb, dan Hg.
Konstituen utama merupakan 99,7% dari seluruh zat terlarut dalam air laut,
sedangkan sisanya 0,3% terdiri dari ketiga kelompok zat lainnya. Akan tetapi
meskipun kelompok zat terakhir ini sangat kecil persentasenya, mereka banyak
menentukan kehidupan di laut. Sebaliknya kepekatan zat-zat ini banyak
ditentukan oleh aktivitas kehidupan di laut.
Selain zat-zat terlarut ini, air juga mengandung butiran-butiran halus
dalam suspense. Sebagian dari zat ini akhirnya terlarut, sebagian lagi
mengendap ke dasar laut dan sisanya diurai oleh bakteri menjadi zat-zat hara
yang dimanfaatkan tumbuhan untuk fotosintesis.
Tabel 1. Perbedaan kandungan garam dan ion utama antara air laut dan air
sungai
NAMA UNSUR % jumlah berat seluruh gram
AIR LAUT AIR SUNGAI
Klorida 55,04 5,68
Natrium 30,61 5,79
Sulfat 7,68 12,14
Magnesium 3,69 3,41
Kalsium 1,16 20,29
Kalium 1,10 2,12
Bikarbonat 0,41 -
Karbonat - 35,15
Brom 0,19 -
Asam borak 0,07 -
Strontium 0,04 -
Flour 0,00 -
Silika - 11,67
Oksida - 2,75
Nitrat - 0,90
Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan
salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan.
Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity
Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari
konduktivitas.
Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari
konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu
standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl
adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini
adalah:
S = 0.0080 - 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 - 7.0261 K2 + 2.7081
K5/2
3.2. Sebaran Salinitas
di Laut
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai. Perairan estuaria atau
daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena
selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif lebih ringan dan air
laut yang lebih berat, juga pengadukan air sangat menentukan. Beberapa
kemungkinan ditunjukkan secara diagramatis pada gambar 1. Pertama adalah
perairan dengan stratifikasi salinitas yang sangat kuat, terjadi di mana air
tawar merupakan lapisan yang tipis di permukaan sedangkan di bawahnya terdapat
air laut. Ini bisa ditemukan di depan muara sungai yang alirannya kuat
sedangkan pengaruh pasang-surut kecil. Nelayan atau pelaut di pantai Sumatra
yang dalam keadaan darurat kehabisan air tawar kadang-kadang masih dapat
menyiduk air tawar di lapisan tipis teratas dengan menggunakan piring, bila
berada di depan muara sungai besar.
Kedua, adalah perairan dengan stratifikasi sedang. Ini terjadi karena
adanya gerak pasang-surut yang menyebabkan terjadinya pengadukan pada kolom air
hingga terjadi pertukaran air secara vertikal. Di permukaan, air cenderung
mengalir keluar sedangkan air laut merayap masuk dari bawah. Antara keduanya
terjadi percampuran. Akibatnya garis isohalin (=garis yang menghubungkan
salinitas yang sama) mempunyai arah yang condong ke luar. Keadaan semacam ini
juaga bisa dijumpai di beberapa perairan estuaria di Sumatra.
Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan
di lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen kira-kira setebal 50-70 m atau
lebih bergantung intensitas pengadukan. Di perairan dangkal, lapisan homogen
ini berlanjut sampai ke dasar. Di lapisan dengan salinitas homogen, suhu juga
biasanya homogen. Baru di bawahnya terdapat lapisan pegat (discontinuity layer)
dengan gradasi densitas yang tajam yang menghambat percampuran antara lapisan
di atas dan di bawahnya.
3.3. Dinamika
Salinitas di Daerah Estuaria
Estuaria adalah perairan muara sungai semi tertutup yang berhubungan bebas
dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan
air tawar. Estuaria dapat terjadi pada lembah-lembah sungai yang tergenang air
laut, baik karena permukaan laut yang naik (misalnya pada zaman es mencair) atau
pun karena turunnya sebagian daratan oleh sebab-sebab tektonis. Estuaria juga
dapat terbentuk pada muara-muara sungai yang sebagian terlindungi oleh beting
pasir atau lumpur.
Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas
yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi, antara lain:
1. Tempat bertemunya arus air tawar dengan arus pasang-surut, yang
berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran
air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.
2. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika
lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air
laut.
3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas
mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.
4. Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air
laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah
estuaria tersebut.
3.4. Model Salinitas
”Model Salinitas” adalah suatu penggambaran atas kadar garam yang terdapat
pada air, baik kandungan atau perbedaannya sehingga untuk tiap daerah
dimungkinkan terdapat perbedaan ”model salinitas”nya.
III DENSITAS AIR LAUT
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari
dinamika laut. Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal (misalnya akibat
perbedaan pemanasan di permukaan) dapat menghasilkan arus laut yang sangat
kuat. Oleh karena itu penentuan densitas merupakan hal yang sangat penting
dalam oseanografi. Lambang yang digunakan untuk menyatakan densitas adalah ρ
(rho).
Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan
(p). Kebergantungan ini dikenal sebagai persamaan keadaan air laut (Equation of
State of Sea Water):
ρ = ρ(T,S,p)
Penentuan dasar pertama dalam membuat persamaan di atas dilakukan oleh
Knudsen dan Ekman pada tahun 1902. Pada persamaan mereka, ρ dinyatakan dalam g
cm-3. Penentuan dasar yang baru didasarkan pada data tekanan dan salinitas
dengan kisaran yang lebih besar, menghasilkan persamaan densitas baru yang
dikenal sebagai Persamaan Keadaan Internasional (The International Equation of
State, 1980). Persamaan ini menggunakan temperatur dalam oC, salinitas dari
Skala Salinitas Praktis dan tekanan dalam dbar (1 dbar = 10.000 pascal = 10.000
N m-2). Densitas dalam persamaan ini dinyatakan dalam kg m-3. Jadi, densitas
dengan harga 1,025 g cm-3 dalam rumusan yang lama sama dengan densitas dengan
harga 1025 kg m-3 dalam Persamaan Keadaan Internasional.
Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya
temperatur, kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. Densitas air
laut terletak pada kisaran 1025 kg m-3 sedangkan pada air tawar 1000 kg m-3.
Para oseanografer biasanya menggunakan lambang σt (huruf Yunani sigma dengan
subskrip t, dan dibaca sigma-t) untuk menyatakan densitas air laut. dimana σt =
ρ - 1000 dan biasanya tidak menggunakan satuan (seharusnya menggunakan satuan
yang sama dengan ρ). Densitas rata-rata air laut adalah σt = 25. Aturan praktis
yang dapat kita gunakan untuk menentukan perubahan densitas adalah: σt berubah
dengan nilai yang sama jika T berubah 1oC, S 0,1, dan p yang sebanding dengan
perubahan kedalaman 50 m.
Densitas maksimum terjadi di atas titik beku untuk salinitas di bawah 24,7
dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7. Hal ini mengakibatkan
adanya konveksi panas.
• S < 24.7 : air menjadi dingin hingga dicapai densitas maksimum,
kemudian jika air permukaan menjadi lebih ringan (ketika densitas maksimum
telah terlewati) pendinginan terjadi hanya pada lapisan campuran akibat angin
(wind mixed layer) saja, dimana akhirnya terjadi pembekuan. Di bagian kolam
(basin) yang lebih dalam akan dipenuhi oleh air dengan densitas maksimum. • S
> 24.7 : konveksi selalu terjadi di keseluruhan badan air. Pendinginan
diperlambat akibat adanya sejumlah besar energi panas (heat) yang tersimpan di
dalam badan air. Hal ini terjadi karena air mencapai titik bekunya sebelum
densitas maksimum tercapai.
IV Gelombang
Gelombang selalu menimbulkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa henti-hentinya pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam keadaan sama sekali diam. Hembusan angin sepoi-sepoi pada cuaca yang tenang sekalipun sudah cukup untuk dapat menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya dalam keadaan dimana terjadai badai yang besar dapat menimbulkan suatu gelombang besar. Susunan gelombangdi laut baik bentuk maupun macamnya sangat bervariasi dan kompleks, sehingga mengakibatkan mereka ini hamper tidak dapat diuraikan. Bagian-bagian gelombang adalah:
a. Crest: titik tertinggi (puncak) gelombang
b. Trough: titik
terendah (lembah) gelombang
c. Wave height: jarak
vertikal antara crest dan trough
d. Panjang gelombang
(wavelength): jarak berturut-turut antara dua buah crest atau dua buah trough
e. Periode gelombang (wave period): waktu yang dibutuhkan crest untuk kembali pada titik semula secara berturut-turut
e. Periode gelombang (wave period): waktu yang dibutuhkan crest untuk kembali pada titik semula secara berturut-turut
f. Kemiringan gelombang
(wave steepness): perbandingan antara panjang gelombang dengan tinggi gelombang.
Angin yang bertiup diatas permukaan laut merupakan pembangkit utama gelombang. Bentuk gelombang yang dihasilkan cenderung tidak tertentu dan tergantung pada bermacam-macam sifat seperti tinggi, periode dimana daerah yang yang dibentuk. Kenyataanya gelombang kebanyakan berjalan pada jarak yang luas, sehingga mereka bergerak makin jauh dari tempat aslinya dan tidak lagi dipengaruhi langsung oleh angin, maka mereka akan berbentuk lebih teratur. Bentuk ini dikenal sebagai swell.
Sifat-sifat gelombang
dipengaruhi oleh tiga bentuk angin, yaitu:
a. Kecepatan angin. Umunya makin kencang angin yang bertiup maka besar gelombang yang terbentuk dan gelombang ini mempunyai kecepatan yang tinggi dan panjang gelombang yang besar. Tetapi gelombang yang terbentuk dengan cara ini puncaknya kurang curam dengan dibandingkan dengan yang dibangkitkan oleh angin yang berkecepatan lebih lemah.
b. Waktu dimana angin sedang bertiup. Tinggi, kecepatan dan panjang gelombang seluruhnya cenderung untuk meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat angin pembangkit gelombang mulai bertiup.
c. Jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup (fetch). Pentingnya fetch dapat digambarkan dengan membandingkan gelombang yang terbentuk pada kolom air yang relative kecil.
SIFAT FISIS AIR LAUT DI PERAIRAN SELAT SUNDA
Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan yang sangat
penting terhadap dinamika dan kondisi baik perairan laut maupun lingkungan
atmosfer. Interaksi ini meliputi pertukaran momentum, energi dan massa.
Perubahan kondisi atmosfer akandapat mempengaruhi kondisi laut dan sebaliknya.
Angin misalnya dapatmenyebabkan terjadinya gelombang laut dan arus permukaan
laut, curah hujan dapatmempengaruhi kadar salinitas air laut. Sebaliknya proses
fisis di laut sepertiupwelling dapat mempengaruhi kondisi atmosfer setempat,
contoh perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks.
Bersifat unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh
sistem angin musim dan sistem anginpasat yang bergerak di atasnya tidak seperti
perairan Samudera Pasifik dan Atlantik yang hanya dipengaruhi oleh sistem
angin pasat saja. Di perairan ini terdapatbeberapa fenomena oseanografi yang
yang mempunyai pengaruh penting tidak hanya dalam masalah oseanografi tetapi
juga dalam masalah atmosfer. Fenomena ini antara lain Indian Ocean Dipole (Saji
at al, 1999), upwelling (Wrytki, 1961) dan eddies(Robinson, 1983).
Selat Sunda adalah salah satu
pintu masuk massa air antara Samudera Hindiadan perairan Indonesia. Untuk
mengetahui masukan massa air di Selat Sunda,dilakukan pengukuran parameter
hidrooseanografi pada akhir November 2008 yangdilanjutkan dengan penggambaran
pola sebaran temperatur dan salinitas. Pengaruhdaratan terutama datang dari
Pulau Jawa. Pada beberapa lokasi sepanjang pesisirPulau Jawa terpantau pasokan
air tawar dengan salinitas yang rendah (St.2) dan suplaipanas dari darat
(St.8). Pengaruh dari darat tidak hanya terlihat pada permukaan laut,tetapi
sampai dengan kedalaman 25-30 m. Sedangkan dari sebaran melintang danhorizontal
terlihat adanya masukan massa air Samudera Hindia yang memilikisalinitas lebih
tinggi menuju Selat Sunda. Dalam tulisan ini juga digunakan datapenelitian
massa air bulan Juli 2001 sebagai perbandingan untuk kondisi musimTimur.
Wyrtki (1961) menyatakan bahwa massa air di Selat
Sunda bergerak ke arahSamudera Hindia sepanjang tahun dan sangat kuat
hubungannya dengan gradienpermukaan muka laut (sealevel).
Arus maksimum pertama diperoleh pada bulanAgustus saat monsun timur dan
maksimum kedua diperoleh pada bulan Desember / Januari saat puncaknya
monsun utara. Makalah ini dimaksudkan untuk memahamidistribusi massa air
melalui pola sebaran temperatur dan salinitas berdasarkan hasilpenelitian bulan
November 2008 yang dilaksanakan oleh Direktorat PendidikanTinggi dalam rangka
Program Pelayaran Kebangsaan bagi Ilmuwan Muda bekerjasama dengan Pusat
Penelitian Oseanografi LIPI. Sebagai perbandingan, dalam tulisanini juga
digunakan data penelitian P2O LIPI bulan Juli 2001, untuk menggambarkankondisi
massa air saat musim timur.
SIFAT-SIFAT AIR LAUT
Sifat-Sifat Utama
•Temperatur, Viskositas, Salinitas,
Densitas, Tekanan
• Kecepatan
Interaksi Udara dan Lautan
• Pemanasan Lautan
• Siklus Hidrologi
•Sirkulasi
Gelombang
• Wind Waves dan Swell
• Refraksi, Difraksi, Pemantulan, dan Pemecahan
• Tsunami, Seiche, dan Gelombang Badai
• Gelombang Negatif dan Positif Internal
Arus Wind-Driven
• Sirkulasi Atmosfir
• Wind Stress
• Pola Sirkulasi Lautan
• Cincin
• Arus Geostropik
• Upwelling
Sirkulasi Thermohaline
Sifat Fisis Air Laut di Selat Sunda
Temperatur
Sebaran temperatur bagian permukaan berkisar antara
28.61 oC - 28.96 oC dengan ratarata temperatur permukaan 28.78 oC. Temperatur
permukaan minimumdiperoleh pada Stasiun 1 dan temperatur permukaan maksimum
diperoleh di Stasiun7. Pada kedalaman 10 m, sebaran temperatur berkisar antara
28.62 oC (Stasiun 1)hingga 28.95 oC (Stasiun 7) dengan nilai ratarata 28.76 oC.
Pada kedalaman 25 m,sebaran temperatur berkisar antara 28.62 oC - 28.75 oC dengan
rata-rata temperatur28.70 oC. Temperatur minimum diperoleh pada Stasiun 1 dan
temperaturemaksimum pada Stasiun 9. Pada kedalaman 50 m, temperatur minimum
pada Stasiun5 (28.62) sedangkan temperatur maksimum pada Stasiun 8 (28.72),
dengan nilai rata – rata 28.67 oC. Berdasarkan
profil menegak temperatur (Gambar 2.a), secara umumsebaran temperature relatif
homogen. Namun pada Stasiun 5, dijumpai lapisantermoklin pada kedalaman 100– 150 meter dimana terjadi penurunan temperatur yang cukup signifikan. Pada sebaran melintang temperatur
(Gambar 2.b), dikedalaman 50 meter terdapat indikasi masukkan massa air yang
lebih dingin dariSamudera Hindia yang bergerak ke arah mulut selat Sunda.
Akibat adanya pengaruhbatimetri yang cukup bervariasi antara stasiun 6 kestasiun
3 dan 1, maka massa airyang lebih dingin ini akan membentuk lapisan permukaan
yang lebih dingin di dekatstasiun 3 hingga mulut selat Sunda.
Dari sebaran menegak (Gambar
2.a) dan sebaran horizontal temperatur(Gambar 3), terdapat indikasi bahwa massa
air yang berasal dari Pulau Jawa memilikitemperatur yang lebih hangat
dibandingkan dengan temperatur massa air yang berasaldari daratan Sumatera baik
padalapisan permukaan, 10 meter, dan 25 meter.
. Sebaran Menegak dan Melintang Suhu di Selat Sunda,
November 2008
a.
Sebaran Menegak Temperatur
b. Sebaran Melintang Stasiun 6-3-1
c. Sebaran Melintang Stasiun 8-7-9-2-10
d. Sebaran Melintang Stasiun 7-6-4
Gambar 2.
Sebaran Horizontal Temperatur di Selat Sunda, November
2008
( a)
Temperatur permukaan
( b) Temperatur kedalaman 10 m
( c) Temperatur kedalaman 25 m
Sebaran
temperatur permukaan pada lokasi yang sama dari data penelitian Juli2001
memperlihatkan bahwa pada lapisan permukaan nilai temperatur berkisar antara29.17 – 29.43 oC, di kedalaman 10 meter nilai temperatur
berkisar antara 29.06 – 29.41
oC. Pada kedalaman 25 meter, nilai temperatur berkisar antara 29.11 – 29.45oC sedangkan di kedalaman 50 meter, nilai hasil
pengukuran adalah 28.37 – 29.28oC. Dari kondisi sebaran ini dapat disimpulkan bahwa temperatur di
Selat Sundapada bulan Juli (musim Timur) cenderung lebih hangat dibandingkan
dengan hasilpengukuran bulan November. Dari kedua data hasil pengukuran
temperatur padamusim yang berbeda terlihat dengan jelas, bahwa karaktersitik
temperatur di SelatSunda ditandai dengan adanya masukan massa air yang lebih
dingin dari SamuderaHindia serta massa air yang lebih hangat dari Laut Jawa dan
dari daratanJawa dan Sumatera .
Viskositas
Kondisi:
- Viskositas air laut (resisten thd aliran) sangat
dipengaruhi oleh suhu
- Air dingin mempunyai viskositas yang lebih tinggi
daripada air hangat, sehinggalebih sulit berenang melaluinya
- Air hangat mempunyai viskositas yang lebih rendah,
sehingga organisme cenderungtenggelam dalam kolom air
Variasi perubahan
temperatur dipengaruhi juga oleh posisi geografis wilayah perairan
Salinitas
Sebaran
salinitas bagian permukaan berkisar antara 31.29 - 32.78 PSU denganrata-rata
salinitas permukaan 32.35 PSU. Salinitas permukaan minimum diperolehpada
Stasiun 2 dan salinitas permukaan maksimum diperoleh di Stasiun 3.
Padakedalaman 10 m, sebaran salinitas berkisar antara 32.50 (Stasiun 2) hingga
32.81PSU (Stasiun 9) dengan nilai rata-rata 32.81 PSU. Pada kedalaman 25 m,
sebaransalinitas berkisar antara 32.16 – 33 PSU. Salinitas minimum ditemukan pada Stasiun2
dan maksimum diperoleh pada Stasiun 8. Pada kedalaman 50 m, nilai sebaran
salinitas berkisar antara 32.58 – 33.04 PSU dengan nilai rata-rata 32.78 PSU.Salinitas minimum diperoleh
pada Stasiun 4 dan maksimum di Stasiun 8.
Dari profil menegak (Gambar 3.a), sebaran salinitas
meningkat terhadapkedalaman dan cenderung homogen. Namun pada Stasiun 2
dijumpai kondisisalinitas yang cenderung menurun di kedalaman 25 – 30 meter. Hal ini diasumsikankarena adanya
masukan air tawar dari daratan yang akan menurunkan nilai salinitas.Dari
sebaran menegak dan horizontal (Gambar 3.a dan 4), terlihat adanya
indikasibahwa terdapat masukan massa air dengan salinitas yang lebih tinggi
dari SamuderaHindia menujuLaut Jawa. Dari sebaran menegak juga terlihat adanya
masukan massaair dengan salinitas yang lebih rendah yang berasal dari darat.
Gambar 3
. Sebaran Menegak dan Melintang Salinitas Selat Sunda,
November 2008
a. Sebaran Menegak Salinitas
b. Sebaran Melintang Stasiun 6-3-1
c. Sebaran Melintang Stasiun 8-7-9-2-10
d. Sebaran Melintang Stasiun 7-6-4
Gambar 4
. Sebaran Horizontal Salinitas di Selat Sunda,
November 2008
(a)Salinitas permukaan (b) Salinitas kedalaman 10 m
(c) Salinitas kedalaman 25 m
Sebaran salinitas permukaan
pada lokasi yang sama dari data penelitian Juli2001 memperlihatkan bahwa pada
lapisan permukaan, nilai salinitas berkisar antara31.02 - 32.10PSU, di
kedalaman 10 meter nilai salinitas berkisar antara 31.5 - 32.57PSU. Pada kedalaman
25 meter, nilai salinitas berkisar antara 31.63 - 33.91 PSUsedangkan di
kedalaman 50 meter, nilaisalinitas berkisar antara 31.7488 - 34.1515PSU. Dari
kondisi sebaran salinitas tersebut dapat digambarkan bahwa salinitas
padalapisan permukaan hingga kedalaman 25 meter, pada bulan Juli 2001 lebih
rendahdibandingkan dengan bulan November 2008, sedangkan pada lapisan yang
lebihdalam nilai salinitas pada bulan Juli cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan nilaisalinitas pada bulan November 2008. Dari profil melintang (Gambar
1) semakinmempertegas bahwa terdapat masukan massa air dengan salinitas lebih
rendah dariLaut Jawa melalui mulut Selat Sunda sedangkan massa air dengan
dengan salinitasyang tinggi masuk dari arah Samudera Hindia.
Variasi salinitas
bidang kedalaman/ lintang
Tekanan
Tekanan air laut bertambah terhadap kedalaman.
Kedalaman air laut biasanyadiukur dengan menggunakan
echo sounder atau CTD (Conductivity,
Temperature, Depth). Kedalaman yang diukur dengan
menggunakan CTD didasarkan pada hargatekanan. Tekanan didefinisikan sebagai
gaya per satuan luas. Semakin ke dalam,tekanan air laut akan semakin besar. Hal
ini disebabkan oleh semakin besarnya gayayang bekerja pada lapisan yang lebih
dalam. Satuan dari tekanan dalam cgs adalahdynes/cm2, sedangkan
dalam mks adalah Newton/m2. Satu Pascal sama
dengan satuNewton/m2. Dalam oseanografi, satuan tekanan yang digunakan
adalah desibar(disingkat dbar), dimana 1 dbar = 10-1bar
= 105dynes/cm2= 104Pascal.
Gaya
akibat tekanan bekerja dari tekanan yang berbeda pada satu titik ke
titik lainnya. Gaya ini bekerja dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan
yang lebih rendah.Di laut, gaya gravitasi yang bekerja (ke arah bawah) akan
diimbangi oleh gaya akibatadanya perbedaan tekanan tersebut (ke arah atas),
sehingga air yang bergerak kebawah tidak akan mengalami percepatan. Tekanan
pada satu kedalaman bergantungpada massa air yang berada di atasnya. Persamaan
yang digunakan untuk mengukur harga kedalaman dari harga tekanan adalah
persamaan hidrostatis, yaitu dp=ρ*g*dh, (dimana
dp= perubahan tekanan, ρ=densitas air laut, g=percepatan gravitasi, dan dh=perubahan kedalaman). Jadi, jika tekanan
berubah sebesar 100 dbar, dengan
hargapercepatan gravitasi g=9.8 m/det2 dan densitas air laut
ρ=1025 kg/m3, makaperubahan kedalamannya
adalah 99,55 meter. Variasi tekanan di laut berada padakisaran nol (di
permukaan) hingga 10.000 dbar (di kedalaman paling dalam)
Grafik-grafik Densitas -Tekanan Air Laut
Densitas
Densitas
perairan yang dalam hal ini digambarkan melalui sebaran nilaisigma-t sangat
dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, kedalaman perairan dan proses-proses
percampuran massa air yang
terjadi pada kolom perairan tersebut. Profilsigma-t memiliki pola sebaran yang hampir sama dengan pola salinitas baik untuk sebaran
menegak maupun melintang. Profil menegak
dari parameter sigma-t relatif homogen, seperti halnya pada profil menegak
dari salinitas. Dari
profil menegak,sebaran sigma-t meningkat terhadap kedalaman dan cenderung homogen. Namun pada Stasiun 2 dijumpai kondisi
densitas yang cenderung menurun di kedalaman
25 – 30 meter. Hal ini
diasumsikan karena masukan air tawar dari daratan yang menurunkan nilai
salinitas sehingga nilai densitas akan menurun.
Dari
sebaran menegak dan horizontal (Gambar 5.a dan 6), terlihat ada indikasibahwa terdapat masukan
massa air dengan salinitas yang lebih tinggi dari SamuderaHindia menuju Laut
Jawa.
Gambar 5
Sebaran Melintang σt di Selat Sunda, November 2008
a. Sebaran Menegak σt
b. Sebaran Melintang Stasiun 6-3-1
c. Sebaran Melintang
Stasiun 8-7-9-2-10 d. Sebaran Melintang Stasiun 7-6-4
Gambar 6.
Sebaran Horizontal σt di Selat Sunda, November 2008
(a) σt permukaan (b) σt kedalaman 10 m (c) σt kedalaman 25 m
Profil sigma-t memiliki pola sebaran yang hampir sama dengan
pola salinitasbaik untuk sebaran menegak, melintang dan horizontal. Sebaran σt
pada lapisan permukaan memperlihatkan bahwa pada lapisan permukaan,
nilai sigma-t berkisarantara 18.94 - 19.82 kg/m3, di kedalaman 10 meter nilai
sigma-t berkisar antara 19.37- 20.17 kg/m3. Pada kedalaman 25 meter, nilai
sigma-t berkisar antara 19.46 - 21.15kg/m3 sedangkan di kedalaman 50 meter,
nilai sigma-t berkisar antara 19.54 - 21.58kg/m3. Pada plot penampang melintang
sigma-t (Lampiran 2), dapat terlihat bahwamassa air dengan densitas lebih
rendah datang dari mulut selat dan berada di atasmassa air dengan densitas
lebih tinggi di bagian bawah. Berdasarkan profil sebaranmenegak temperatur,
salinitas, dan densitas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik massa air di
Selat Sunda pada akhir November 2008 mendapat pengaruh dari daratanPulau Jawa.
Sedangkan dari sebaran melintang dan horizontal terlihat adanyamasukan massa
air Samudera Hindia menuju Selat Sunda.
Air laut
merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnyaseperti
garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikeltak
terlarut. Sifat-sifat fisis utama air laut ditentukan oleh 96,5% air murni.
Fieux,
M., R. Molcard and A. G. Ilahude, 1996. Geostrophic
Transport of the Pacific – Indian Oceans Througflow. J. Geophys. Res., 101 (C5): 12,421- 12,432.
Eka Djunarsjah, 2005. Pdf.Martono, Simulasi Pengaruh Angin Terhadap
Sirkulasi Permukaan Laut BerbasisModel (Studi Kasus : Laut Jawa). Telah
diterbitkan di Prosiding SeminarNasional Aplikasi Sains dan Teknologi
Gordon,
A.L. and R.A. Fine. 1996.Pathways of water between the Pacific and
IndianOceans in the Indonesian seas. Nature, 379: 146-149.
Hadikusumah. 2003. Karakteristik Arus di Selat Sunda Bulan Juli
2001. Pesisir danPantai Indonesia IX. Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI. p
1-8.
Ilahude,
A.G. and A.L. Gordon. 1996.Thermocline Stratification
Within the Indonesian Seas.
J. Of Geophys. Res. C5: 12.401 – 12.409
Pond,
S. and G. L. Pickard, 1983. Introductory Dynamical Oceanography.
2end ed.British Library Cataloguing in Publication. Data.
Tomczak,
M. and J. S. Godfrey, 2002. Regional Oceanography: An Intorduction. Pdf version. Library of Congress Cataloguing-in
Publication Data.
Wyrkti, K. 1961.Physical
Oceanography of the Southeast Asian Waters.
NagaReport. Vol 2. The University of California Scripps Institution
of Oceanography La Jolla, California. 195 pp.