Jumat, 02 November 2012




Sebelum melangkah pada uraian yang lebih jauh, mungkin ada di antara anda yang bertanya: “Apa bedanya oseanografi dan oseanologi?” Kalau kita melihat pada beberapa ensiklopedia yang ada, oseanografi dan oseanologi adalah dua hal yang sama (sinonim). Namun, dari beberapa sumber lain dikatakan bahwa ada perbedaan mendasar yang membedakan antara oseanografi dan oseanologi. Oseanologi terdiri dari dua kata (dalam bahasa Yunani) yaitu oceanos (laut) dan logos (ilmu) yang secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang laut. Dalam arti yang lebih lengkap, oseanologi adalah studi ilmiah mengenai laut dengan cara menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan tradisional seperti fisika, kimia, matematika, dll ke dalam segala aspek mengenai laut. Anda tinggal pilih, mau setuju dengan pendapat pertama atau kedua.
Secara umum, oseanografi dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) bidang ilmu utama yaitu: geologi oseanografi (geologi laut) yang mempelajari lantai samudera atau litosfer di bawah laut memfokus pada struktur, tanda dan evolusi pasu samudra. Fisika oseanografi (ekologi fisik) yang mempelajari masalah-masalah fisis dan cirri-ciri seperti arus, gelombang, pasang surut dan temperatur air laut. Kimia oseanografi (oseanografi kimia) yang mempelajari masalah-masalah kimiawi air laut dan bersangkut-paut dengan susunan air laut siklus biogeokimia yang berpengaruh akan itu, yang terakhir biologi oseanografi (ekologi marin) yang mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan flora dan fauna di laut termasuk siklus kehidupan dan produksi pangan.
Sedangkan Oseanografi fisika, atau fisika laut, mempelajari atribut fisik lautan yang meliputi struktur suhu-salinitas, pencampuran, gelombang, gelombang internal , pasang laut permukaan, pasang laut internal, dan arus.
I.                   TEMPERATUR AIR LAUT

Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur adalah sifat termodinamis cairan karena aktivitas molekul dan atom di dalam cairan tersebut. Semakin besar aktivitas (energi), semakin tinggi pula temperaturnya. Temperatur menunjukkan kandungan energi panas. Energi panas dan temperatur dihubungkan oleh energi panas spesifik. Energi panas spesifik sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur dari satu satuan massa fluida sebesar 1o. Jika kandungan energi panas nol (tidak ada aktivitas atom dan molekul dalam fluida) maka temperaturnya secara absolut juga nol (dalam skala Kelvin). Jadi nol dalam skala Kelvin adalah suatu kondisi dimana sama sekali tidak ada aktivitas atom dan molekul dalam suatu fluida. Temperatur air laut di permukaan ditentukan oleh adanya pemanasan (heating) di daerah tropis dan pendinginan (cooling) di daerah lintang tinggi. Kisaran harga temperatur di laut adalah -2o s.d. 35oC


Gambar 1. Temperatur Profile 
Satuan untuk temperatur dan temperatur potensial adalah derajat Celcius. Sementara itu, jika temperatur akan digunakan untuk menghitung kandungan energi panas dan transpor energi panas, harus digunakan satuan Kelvin. 0oC = 273,16K. Perubahan 1oC sama dengan perubahan 1K. 
Seperti telah disebutkan di atas, temperatur menunjukkan kandungan energi panas, dimana energi panas dan temperatur dihubungkan melalui energi panas spesifik. Energi panas persatuan volume dihitung dari harga temperatur menggunakan rumus 
Q = densitas x energi panas specific x temperatur 
(temperatur dalam satuan Kelvin). Jika tekanan tidak sama dengan nol, perhitungan energi panas di lautan harus menggunakan temperatur potensial. Satuan untuk energi panas (dalam mks) adalah Joule. Sementara itu, perubahan energi panas dinyatakan dalam Watt (Joule/detik). Aliran (fluks) energi panas dinyatakan dalam Watt/meter2 (energi per detik per satuan luas).
Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak mengenai daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara -1.87°C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42°C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans, 1986).


Gambar 2. Profil suhu Permukaan Dunia
Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya intensitas matahari yang masuk kedalam perairan. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu air relatif konstan dan berkisar antara 2°C – 4°C (Hutagalung, 1988)
Suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari daerah pantai menuju laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari daerah laut karena daratan lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut tidak mudah mengubah suhu bila suhu lingkungan tidak berubah. Di daerah lepas pantai suhunya rendah dan stabil.
Lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter cenderung hangat, hal ini dikarenakan sinar matahari yang banyak diserap oleh permukaan. Sedangkan pada kedalaman 200-1000 meter suhu turun secara mendadak yang membentuk sebuah kurva dengan lereng yang tajam. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu air laut relatif konstan dan biasanya berkisar antara 2-4o C (sahala hutabarat,1986).
Faktor yang memengaruhi suhu permukaan laut adalah letak ketinggian dari permukaan laut (Altituted), intensitas cahaya matahari yang diterima, musim, cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara, dan penutupan awan (Hutabarat dan Evans, 1986).

II SALINITAS AIR LAUT
3.1. Teori Asal-Usul Garam-Garam di laut
Mula-mula diperkirakan bahwa zat-zat kimia yang menyebabkan air laut asin berasal dari darat yang dibawa oleh sungai-sungai yang mengalir ke laut, entah itu dari pengikisan batu-batuan darat, dari tanah longsor, dari air hujan atau dari gejala alam lainnya, yang terbawa oleh air sungai ke laut. Jika hal ini benar tentunya susunan kimiawi air sungai tidak akan berbeda dengan susunan kimiawi air laut. Namun tabel 2 menunjukkan bahwa ada perbedaan besar dalam susunan kimiawi kedua macam air tersebut. Jadi dugaan itu tidak benar. Lalu dari mana sebenarnya asal garam-garam tersebut.
Menurut teori, zat-zat garam tersebut berasal dari dalam dasar laut melalui proses outgassing, yakni rembesan dari kulit bumi di dasar laut yang berbentuk gas ke permukaan dasar laut. Bersama gas-gas ini, terlarut pula hasil kikisan kerak bumi dan bersama-sama garam-garam ini merembes pula air, semua dalam perbandingan yang tetap sehingga terbentuk garam di laut. Kadar garam ini tetap tidak berubah sepanjang masa. Artinya kita tidak menjumpai bahwa air laut makin lama makin asin.
Zat-zat yang terlarut yang membentuk garam, yang kadarnya diukur dengan istilah salinitas dapat dibagi menjadi empat kelompok, yakni:
1. Konstituen utama : Cl, Na, SO4, dan Mg.
2. Gas terlarut : CO2, N2, dan O2.
3. Unsur Hara : Si, N, dan P.
4. Unsur Runut : I, Fe, Mn, Pb, dan Hg.
Konstituen utama merupakan 99,7% dari seluruh zat terlarut dalam air laut, sedangkan sisanya 0,3% terdiri dari ketiga kelompok zat lainnya. Akan tetapi meskipun kelompok zat terakhir ini sangat kecil persentasenya, mereka banyak menentukan kehidupan di laut. Sebaliknya kepekatan zat-zat ini banyak ditentukan oleh aktivitas kehidupan di laut.
Selain zat-zat terlarut ini, air juga mengandung butiran-butiran halus dalam suspense. Sebagian dari zat ini akhirnya terlarut, sebagian lagi mengendap ke dasar laut dan sisanya diurai oleh bakteri menjadi zat-zat hara yang dimanfaatkan tumbuhan untuk fotosintesis.
Tabel 1. Perbedaan kandungan garam dan ion utama antara air laut dan air sungai 
NAMA UNSUR % jumlah berat seluruh gram
AIR LAUT AIR SUNGAI
Klorida 55,04 5,68
Natrium 30,61 5,79
Sulfat 7,68 12,14
Magnesium 3,69 3,41
Kalsium 1,16 20,29
Kalium 1,10 2,12
Bikarbonat 0,41 -
Karbonat - 35,15
Brom 0,19 -
Asam borak 0,07 -
Strontium 0,04 -
Flour 0,00 -
Silika - 11,67
Oksida - 2,75
Nitrat - 0,90

Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas. 
Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini adalah: 
S = 0.0080 - 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 - 7.0261 K2 + 2.7081 K5/2 
3.2. Sebaran Salinitas di Laut
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai. Perairan estuaria atau daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif lebih ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air sangat menentukan. Beberapa kemungkinan ditunjukkan secara diagramatis pada gambar 1. Pertama adalah perairan dengan stratifikasi salinitas yang sangat kuat, terjadi di mana air tawar merupakan lapisan yang tipis di permukaan sedangkan di bawahnya terdapat air laut. Ini bisa ditemukan di depan muara sungai yang alirannya kuat sedangkan pengaruh pasang-surut kecil. Nelayan atau pelaut di pantai Sumatra yang dalam keadaan darurat kehabisan air tawar kadang-kadang masih dapat menyiduk air tawar di lapisan tipis teratas dengan menggunakan piring, bila berada di depan muara sungai besar.
Kedua, adalah perairan dengan stratifikasi sedang. Ini terjadi karena adanya gerak pasang-surut yang menyebabkan terjadinya pengadukan pada kolom air hingga terjadi pertukaran air secara vertikal. Di permukaan, air cenderung mengalir keluar sedangkan air laut merayap masuk dari bawah. Antara keduanya terjadi percampuran. Akibatnya garis isohalin (=garis yang menghubungkan salinitas yang sama) mempunyai arah yang condong ke luar. Keadaan semacam ini juaga bisa dijumpai di beberapa perairan estuaria di Sumatra.
Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan di lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen kira-kira setebal 50-70 m atau lebih bergantung intensitas pengadukan. Di perairan dangkal, lapisan homogen ini berlanjut sampai ke dasar. Di lapisan dengan salinitas homogen, suhu juga biasanya homogen. Baru di bawahnya terdapat lapisan pegat (discontinuity layer) dengan gradasi densitas yang tajam yang menghambat percampuran antara lapisan di atas dan di bawahnya.
3.3. Dinamika Salinitas di Daerah Estuaria
Estuaria adalah perairan muara sungai semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Estuaria dapat terjadi pada lembah-lembah sungai yang tergenang air laut, baik karena permukaan laut yang naik (misalnya pada zaman es mencair) atau pun karena turunnya sebagian daratan oleh sebab-sebab tektonis. Estuaria juga dapat terbentuk pada muara-muara sungai yang sebagian terlindungi oleh beting pasir atau lumpur.
Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi, antara lain:
1. Tempat bertemunya arus air tawar dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.
2. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.
3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.
4. Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.
3.4. Model Salinitas
”Model Salinitas” adalah suatu penggambaran atas kadar garam yang terdapat pada air, baik kandungan atau perbedaannya sehingga untuk tiap daerah dimungkinkan terdapat perbedaan ”model salinitas”nya.

III DENSITAS AIR LAUT
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari dinamika laut. Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal (misalnya akibat perbedaan pemanasan di permukaan) dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat. Oleh karena itu penentuan densitas merupakan hal yang sangat penting dalam oseanografi. Lambang yang digunakan untuk menyatakan densitas adalah ρ (rho).
Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p). Kebergantungan ini dikenal sebagai persamaan keadaan air laut (Equation of State of Sea Water): 
ρ = ρ(T,S,p)
Penentuan dasar pertama dalam membuat persamaan di atas dilakukan oleh Knudsen dan Ekman pada tahun 1902. Pada persamaan mereka, ρ dinyatakan dalam g cm-3. Penentuan dasar yang baru didasarkan pada data tekanan dan salinitas dengan kisaran yang lebih besar, menghasilkan persamaan densitas baru yang dikenal sebagai Persamaan Keadaan Internasional (The International Equation of State, 1980). Persamaan ini menggunakan temperatur dalam oC, salinitas dari Skala Salinitas Praktis dan tekanan dalam dbar (1 dbar = 10.000 pascal = 10.000 N m-2). Densitas dalam persamaan ini dinyatakan dalam kg m-3. Jadi, densitas dengan harga 1,025 g cm-3 dalam rumusan yang lama sama dengan densitas dengan harga 1025 kg m-3 dalam Persamaan Keadaan Internasional. 
Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur, kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. Densitas air laut terletak pada kisaran 1025 kg m-3 sedangkan pada air tawar 1000 kg m-3. Para oseanografer biasanya menggunakan lambang σt (huruf Yunani sigma dengan subskrip t, dan dibaca sigma-t) untuk menyatakan densitas air laut. dimana σt = ρ - 1000 dan biasanya tidak menggunakan satuan (seharusnya menggunakan satuan yang sama dengan ρ). Densitas rata-rata air laut adalah σt = 25. Aturan praktis yang dapat kita gunakan untuk menentukan perubahan densitas adalah: σt berubah dengan nilai yang sama jika T berubah 1oC, S 0,1, dan p yang sebanding dengan perubahan kedalaman 50 m. 
Densitas maksimum terjadi di atas titik beku untuk salinitas di bawah 24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7. Hal ini mengakibatkan adanya konveksi panas.
• S < 24.7 : air menjadi dingin hingga dicapai densitas maksimum, kemudian jika air permukaan menjadi lebih ringan (ketika densitas maksimum telah terlewati) pendinginan terjadi hanya pada lapisan campuran akibat angin (wind mixed layer) saja, dimana akhirnya terjadi pembekuan. Di bagian kolam (basin) yang lebih dalam akan dipenuhi oleh air dengan densitas maksimum. • S > 24.7 : konveksi selalu terjadi di keseluruhan badan air. Pendinginan diperlambat akibat adanya sejumlah besar energi panas (heat) yang tersimpan di dalam badan air. Hal ini terjadi karena air mencapai titik bekunya sebelum densitas maksimum tercapai.


IV Gelombang

Gelombang selalu menimbulkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa henti-hentinya pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam keadaan sama sekali diam. Hembusan angin sepoi-sepoi pada cuaca yang tenang sekalipun sudah cukup untuk dapat menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya dalam keadaan dimana terjadai badai yang besar dapat menimbulkan suatu gelombang besar. Susunan gelombangdi laut baik bentuk maupun macamnya sangat bervariasi dan kompleks, sehingga mengakibatkan mereka ini hamper tidak dapat diuraikan. Bagian-bagian gelombang adalah:

a. Crest: titik tertinggi (puncak) gelombang
b. Trough: titik terendah (lembah) gelombang
c. Wave height: jarak vertikal antara crest dan trough
d. Panjang gelombang (wavelength): jarak berturut-turut antara dua buah crest atau dua buah trough
e. Periode gelombang (wave period): waktu yang dibutuhkan crest untuk kembali pada titik semula secara berturut-turut
f. Kemiringan gelombang (wave steepness): perbandingan antara panjang gelombang dengan tinggi gelombang.

Angin yang bertiup diatas permukaan laut merupakan pembangkit utama gelombang. Bentuk gelombang yang dihasilkan cenderung tidak tertentu dan tergantung pada bermacam-macam sifat seperti tinggi, periode dimana daerah yang yang dibentuk. Kenyataanya gelombang kebanyakan berjalan pada jarak yang luas, sehingga mereka bergerak makin jauh dari tempat aslinya dan tidak lagi dipengaruhi langsung oleh angin, maka mereka akan berbentuk lebih teratur. Bentuk ini dikenal sebagai swell.
Sifat-sifat gelombang dipengaruhi oleh tiga bentuk angin, yaitu:

a. Kecepatan angin. Umunya makin kencang angin yang bertiup maka besar gelombang yang terbentuk dan gelombang ini mempunyai kecepatan yang tinggi dan panjang gelombang yang besar. Tetapi gelombang yang terbentuk dengan cara ini puncaknya kurang curam dengan dibandingkan dengan yang dibangkitkan oleh angin yang berkecepatan lebih lemah.

b. Waktu dimana angin sedang bertiup. Tinggi, kecepatan dan panjang gelombang seluruhnya cenderung untuk meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat angin pembangkit gelombang mulai bertiup.

c. Jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup (fetch). Pentingnya fetch dapat digambarkan dengan membandingkan gelombang yang terbentuk pada kolom air yang relative kecil. 

SIFAT FISIS AIR LAUT DI PERAIRAN SELAT SUNDA
Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan yang sangat penting terhadap dinamika dan kondisi baik perairan laut maupun lingkungan atmosfer. Interaksi ini meliputi pertukaran momentum, energi dan massa. Perubahan kondisi atmosfer akandapat mempengaruhi kondisi laut dan sebaliknya. Angin misalnya dapatmenyebabkan terjadinya gelombang laut dan arus permukaan laut, curah hujan dapatmempengaruhi kadar salinitas air laut. Sebaliknya proses fisis di laut sepertiupwelling dapat mempengaruhi kondisi atmosfer setempat, contoh perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks. Bersifat unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan sistem anginpasat yang bergerak di atasnya tidak seperti perairan Samudera Pasifik dan Atlantik yang hanya dipengaruhi oleh sistem angin pasat saja. Di perairan ini terdapatbeberapa fenomena oseanografi yang yang mempunyai pengaruh penting tidak hanya dalam masalah oseanografi tetapi juga dalam masalah atmosfer. Fenomena ini antara lain Indian Ocean Dipole (Saji at al, 1999), upwelling (Wrytki, 1961) dan eddies(Robinson, 1983).

Selat Sunda adalah salah satu pintu masuk massa air antara Samudera Hindiadan perairan Indonesia. Untuk mengetahui masukan massa air di Selat Sunda,dilakukan pengukuran parameter hidrooseanografi pada akhir November 2008 yangdilanjutkan dengan penggambaran pola sebaran temperatur dan salinitas. Pengaruhdaratan terutama datang dari Pulau Jawa. Pada beberapa lokasi sepanjang pesisirPulau Jawa terpantau pasokan air tawar dengan salinitas yang rendah (St.2) dan suplaipanas dari darat (St.8). Pengaruh dari darat tidak hanya terlihat pada permukaan laut,tetapi sampai dengan kedalaman 25-30 m. Sedangkan dari sebaran melintang danhorizontal terlihat adanya masukan massa air Samudera Hindia yang memilikisalinitas lebih tinggi menuju Selat Sunda. Dalam tulisan ini juga digunakan datapenelitian massa air bulan Juli 2001 sebagai perbandingan untuk kondisi musimTimur.

Wyrtki (1961) menyatakan bahwa massa air di Selat Sunda bergerak ke arahSamudera Hindia sepanjang tahun dan sangat kuat hubungannya dengan gradienpermukaan muka laut (sealevel). Arus maksimum pertama diperoleh pada bulanAgustus saat monsun timur dan maksimum kedua diperoleh pada bulan Desember / Januari saat puncaknya monsun utara. Makalah ini dimaksudkan untuk memahamidistribusi massa air melalui pola sebaran temperatur dan salinitas berdasarkan hasilpenelitian bulan November 2008 yang dilaksanakan oleh Direktorat PendidikanTinggi dalam rangka Program Pelayaran Kebangsaan bagi Ilmuwan Muda bekerjasama dengan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Sebagai perbandingan, dalam tulisanini juga digunakan data penelitian P2O LIPI bulan Juli 2001, untuk menggambarkankondisi massa air saat musim timur.

SIFAT-SIFAT AIR LAUT
Sifat-Sifat Utama
Temperatur, Viskositas, Salinitas, Densitas, Tekanan
• Kecepatan

 Interaksi Udara dan Lautan
• Pemanasan Lautan 
• Siklus Hidrologi 
Sirkulasi

Gelombang
• Wind Waves dan Swell
 • Refraksi, Difraksi, Pemantulan, dan Pemecahan
 • Tsunami, Seiche, dan Gelombang Badai
 • Gelombang Negatif dan Positif Internal

 Arus Wind-Driven
• Sirkulasi Atmosfir 
• Wind Stress
• Pola Sirkulasi Lautan
• Cincin
• Arus Geostropik 
• Upwelling

Sirkulasi Thermohaline


Sifat Fisis Air Laut di Selat Sunda

Temperatur
Sebaran temperatur bagian permukaan berkisar antara 28.61 oC - 28.96 oC dengan ratarata temperatur permukaan 28.78 oC. Temperatur permukaan minimumdiperoleh pada Stasiun 1 dan temperatur permukaan maksimum diperoleh di Stasiun7. Pada kedalaman 10 m, sebaran temperatur berkisar antara 28.62 oC (Stasiun 1)hingga 28.95 oC (Stasiun 7) dengan nilai ratarata 28.76 oC. Pada kedalaman 25 m,sebaran temperatur berkisar antara 28.62 oC - 28.75 oC dengan rata-rata temperatur28.70 oC. Temperatur minimum diperoleh pada Stasiun 1 dan temperaturemaksimum pada Stasiun 9. Pada kedalaman 50 m, temperatur minimum pada Stasiun5 (28.62) sedangkan temperatur maksimum pada Stasiun 8 (28.72), dengan nilai rata – rata 28.67 oC. Berdasarkan profil menegak temperatur (Gambar 2.a), secara umumsebaran temperature relatif homogen. Namun pada Stasiun 5, dijumpai lapisantermoklin pada kedalaman 100– 150 meter dimana terjadi penurunan temperatur yang cukup signifikan. Pada sebaran melintang temperatur (Gambar 2.b), dikedalaman 50 meter terdapat indikasi masukkan massa air yang lebih dingin dariSamudera Hindia yang bergerak ke arah mulut selat Sunda. Akibat adanya pengaruhbatimetri yang cukup bervariasi antara stasiun 6 kestasiun 3 dan 1, maka massa airyang lebih dingin ini akan membentuk lapisan permukaan yang lebih dingin di dekatstasiun 3 hingga mulut selat Sunda.
Dari sebaran menegak (Gambar 2.a) dan sebaran horizontal temperatur(Gambar 3), terdapat indikasi bahwa massa air yang berasal dari Pulau Jawa memilikitemperatur yang lebih hangat dibandingkan dengan temperatur massa air yang berasaldari daratan Sumatera baik padalapisan permukaan, 10 meter, dan 25 meter.
Gambar 1
. Sebaran Menegak dan Melintang Suhu di Selat Sunda, November 2008
a.               Sebaran Menegak Temperatur
b.     Sebaran Melintang Stasiun 6-3-1
c.    Sebaran Melintang Stasiun 8-7-9-2-10 
d.    Sebaran Melintang Stasiun 7-6-4




Gambar 2.
Sebaran Horizontal Temperatur di Selat Sunda, November 2008
(  a)          Temperatur permukaan
 ( b) Temperatur kedalaman 10 m
 ( c) Temperatur kedalaman 25 m

Sebaran temperatur permukaan pada lokasi yang sama dari data penelitian Juli2001 memperlihatkan bahwa pada lapisan permukaan nilai temperatur berkisar antara29.17 – 29.43 oC, di kedalaman 10 meter nilai temperatur berkisar antara 29.06 – 29.41 oC. Pada kedalaman 25 meter, nilai temperatur berkisar antara 29.11 – 29.45oC sedangkan di kedalaman 50 meter, nilai hasil pengukuran adalah 28.37 – 29.28oC. Dari kondisi sebaran ini dapat disimpulkan bahwa temperatur di Selat Sundapada bulan Juli (musim Timur) cenderung lebih hangat dibandingkan dengan hasilpengukuran bulan November. Dari kedua data hasil pengukuran temperatur padamusim yang berbeda terlihat dengan jelas, bahwa karaktersitik temperatur di SelatSunda ditandai dengan adanya masukan massa air yang lebih dingin dari SamuderaHindia serta massa air yang lebih hangat dari Laut Jawa dan dari daratanJawa dan Sumatera .

Viskositas
Kondisi:
- Viskositas air laut (resisten thd aliran) sangat dipengaruhi oleh suhu
- Air dingin mempunyai viskositas yang lebih tinggi daripada air hangat, sehinggalebih sulit berenang melaluinya
- Air hangat mempunyai viskositas yang lebih rendah, sehingga organisme cenderungtenggelam dalam kolom air

Variasi perubahan temperatur dipengaruhi juga oleh posisi geografis wilayah perairan



Salinitas
Sebaran salinitas bagian permukaan berkisar antara 31.29 - 32.78 PSU denganrata-rata salinitas permukaan 32.35 PSU. Salinitas permukaan minimum diperolehpada Stasiun 2 dan salinitas permukaan maksimum diperoleh di Stasiun 3. Padakedalaman 10 m, sebaran salinitas berkisar antara 32.50 (Stasiun 2) hingga 32.81PSU (Stasiun 9) dengan nilai rata-rata 32.81 PSU. Pada kedalaman 25 m, sebaransalinitas berkisar antara 32.16 – 33 PSU. Salinitas minimum ditemukan pada Stasiun2 dan maksimum diperoleh pada Stasiun 8. Pada kedalaman 50 m, nilai sebaran salinitas berkisar antara 32.58 – 33.04 PSU dengan nilai rata-rata 32.78 PSU.Salinitas minimum diperoleh pada Stasiun 4 dan maksimum di Stasiun 8.

Dari profil menegak (Gambar 3.a), sebaran salinitas meningkat terhadapkedalaman dan cenderung homogen. Namun pada Stasiun 2 dijumpai kondisisalinitas yang cenderung menurun di kedalaman 25 – 30 meter. Hal ini diasumsikankarena adanya masukan air tawar dari daratan yang akan menurunkan nilai salinitas.Dari sebaran menegak dan horizontal (Gambar 3.a dan 4), terlihat adanya indikasibahwa terdapat masukan massa air dengan salinitas yang lebih tinggi dari SamuderaHindia menujuLaut Jawa. Dari sebaran menegak juga terlihat adanya masukan massaair dengan salinitas yang lebih rendah yang berasal dari darat.


Gambar 3
. Sebaran Menegak dan Melintang Salinitas Selat Sunda, November 2008
a. Sebaran Menegak Salinitas 
b. Sebaran Melintang Stasiun 6-3-1
c. Sebaran Melintang Stasiun 8-7-9-2-10 
d. Sebaran Melintang Stasiun 7-6-4


Gambar 4
. Sebaran Horizontal Salinitas di Selat Sunda, November 2008
(a)Salinitas permukaan (b) Salinitas kedalaman 10 m (c) Salinitas kedalaman 25 m

Sebaran salinitas permukaan pada lokasi yang sama dari data penelitian Juli2001 memperlihatkan bahwa pada lapisan permukaan, nilai salinitas berkisar antara31.02 - 32.10PSU, di kedalaman 10 meter nilai salinitas berkisar antara 31.5 - 32.57PSU. Pada kedalaman 25 meter, nilai salinitas berkisar antara 31.63 - 33.91 PSUsedangkan di kedalaman 50 meter, nilaisalinitas berkisar antara 31.7488 - 34.1515PSU. Dari kondisi sebaran salinitas tersebut dapat digambarkan bahwa salinitas padalapisan permukaan hingga kedalaman 25 meter, pada bulan Juli 2001 lebih rendahdibandingkan dengan bulan November 2008, sedangkan pada lapisan yang lebihdalam nilai salinitas pada bulan Juli cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan nilaisalinitas pada bulan November 2008. Dari profil melintang (Gambar 1) semakinmempertegas bahwa terdapat masukan massa air dengan salinitas lebih rendah dariLaut Jawa melalui mulut Selat Sunda sedangkan massa air dengan dengan salinitasyang tinggi masuk dari arah Samudera Hindia.

Variasi salinitas   bidang kedalaman/ lintang


Tekanan
Tekanan air laut bertambah terhadap kedalaman. Kedalaman air laut biasanyadiukur dengan menggunakan
echo sounder atau CTD (Conductivity, Temperature, Depth). Kedalaman yang diukur dengan menggunakan CTD didasarkan pada hargatekanan. Tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Semakin ke dalam,tekanan air laut akan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya gayayang bekerja pada lapisan yang lebih dalam. Satuan dari tekanan dalam cgs adalahdynes/cm2, sedangkan dalam mks adalah Newton/m2. Satu Pascal sama dengan satuNewton/m2. Dalam oseanografi, satuan tekanan yang digunakan adalah desibar(disingkat dbar), dimana 1 dbar = 10-1bar = 105dynes/cm2= 104Pascal.
Gaya akibat tekanan bekerja dari tekanan yang berbeda pada satu titik ke titik lainnya. Gaya ini bekerja dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah.Di laut, gaya gravitasi yang bekerja (ke arah bawah) akan diimbangi oleh gaya akibatadanya perbedaan tekanan tersebut (ke arah atas), sehingga air yang bergerak kebawah tidak akan mengalami percepatan. Tekanan pada satu kedalaman bergantungpada massa air yang berada di atasnya. Persamaan yang digunakan untuk mengukur harga kedalaman dari harga tekanan adalah persamaan hidrostatis, yaitu dp=ρ*g*dh, (dimana dp= perubahan tekanan, ρ=densitas air laut, g=percepatan gravitasi, dan dh=perubahan kedalaman). Jadi, jika tekanan berubah sebesar 100 dbar,  dengan hargapercepatan gravitasi g=9.8 m/det2 dan densitas air laut ρ=1025 kg/m3, makaperubahan kedalamannya adalah 99,55 meter. Variasi tekanan di laut berada padakisaran nol (di permukaan) hingga 10.000 dbar (di kedalaman paling dalam)
Grafik-grafik Densitas -Tekanan Air Laut



Densitas
Densitas perairan yang dalam hal ini digambarkan melalui sebaran nilaisigma-t sangat dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, kedalaman perairan dan proses-proses percampuran massa air yang terjadi pada kolom perairan tersebut. Profilsigma-t memiliki pola sebaran yang hampir sama dengan pola salinitas baik untuk sebaran menegak maupun melintang. Profil menegak dari parameter sigma-t relatif homogen, seperti halnya pada profil menegak dari salinitas. Dari profil menegak,sebaran sigma-t meningkat terhadap kedalaman dan cenderung homogen. Namun pada Stasiun 2 dijumpai kondisi densitas yang cenderung menurun di kedalaman 25 – 30 meter. Hal ini diasumsikan karena masukan air tawar dari daratan yang menurunkan nilai salinitas sehingga nilai densitas akan menurun.
Dari sebaran menegak dan horizontal (Gambar 5.a dan 6), terlihat ada indikasibahwa terdapat masukan massa air dengan salinitas yang lebih tinggi dari SamuderaHindia menuju Laut Jawa.

Gambar 5
Sebaran Melintang σt di Selat Sunda, November 2008
 a. Sebaran Menegak σt
b. Sebaran Melintang Stasiun 6-3-1
c. Sebaran Melintang Stasiun 8-7-9-2-10 d. Sebaran Melintang Stasiun 7-6-4




Gambar 6.

Sebaran Horizontal σt di Selat Sunda, November 2008
(a)    σt permukaan (b) σt kedalaman 10 m (c) σt kedalaman 25 m

Profil sigma-t memiliki pola sebaran yang hampir sama dengan pola salinitasbaik untuk sebaran menegak, melintang dan horizontal. Sebaran σt pada lapisan permukaan memperlihatkan bahwa pada lapisan permukaan, nilai sigma-t berkisarantara 18.94 - 19.82 kg/m3, di kedalaman 10 meter nilai sigma-t berkisar antara 19.37- 20.17 kg/m3. Pada kedalaman 25 meter, nilai sigma-t berkisar antara 19.46 - 21.15kg/m3 sedangkan di kedalaman 50 meter, nilai sigma-t berkisar antara 19.54 - 21.58kg/m3. Pada plot penampang melintang sigma-t (Lampiran 2), dapat terlihat bahwamassa air dengan densitas lebih rendah datang dari mulut selat dan berada di atasmassa air dengan densitas lebih tinggi di bagian bawah. Berdasarkan profil sebaranmenegak temperatur, salinitas, dan densitas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik massa air di Selat Sunda pada akhir November 2008 mendapat pengaruh dari daratanPulau Jawa. Sedangkan dari sebaran melintang dan horizontal terlihat adanyamasukan massa air Samudera Hindia menuju Selat Sunda.

Air  laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnyaseperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikeltak terlarut. Sifat-sifat fisis utama air laut ditentukan oleh 96,5% air murni.


 DAFTAR PUSTAKA
Fieux, M., R. Molcard and A. G. Ilahude, 1996. Geostrophic Transport of the Pacific  – Indian Oceans Througflow. J. Geophys. Res., 101 (C5): 12,421- 12,432.
 Eka Djunarsjah, 2005. Pdf.Martono, Simulasi Pengaruh Angin Terhadap Sirkulasi Permukaan Laut BerbasisModel (Studi Kasus : Laut Jawa). Telah diterbitkan di Prosiding SeminarNasional Aplikasi Sains dan Teknologi
Gordon, A.L. and R.A. Fine. 1996.Pathways of water between the Pacific and IndianOceans in the Indonesian seas. Nature, 379: 146-149.
 Hadikusumah. 2003. Karakteristik Arus di Selat Sunda Bulan Juli 2001. Pesisir danPantai Indonesia IX. Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI. p 1-8.
Ilahude, A.G. and A.L. Gordon. 1996.Thermocline Stratification Within the Indonesian Seas. J. Of Geophys. Res. C5: 12.401 – 12.409
Pond, S. and G. L. Pickard, 1983. Introductory Dynamical Oceanography. 2end ed.British Library Cataloguing in Publication. Data.
Tomczak, M. and J. S. Godfrey, 2002. Regional Oceanography: An Intorduction. Pdf version. Library of Congress Cataloguing-in Publication Data.
Wyrkti, K. 1961.Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. NagaReport. Vol 2. The University of California Scripps Institution of Oceanography La Jolla, California. 195 pp.